Wacana menghidupkan poros maritim dunia dan mengembangkan kemaritiman di Indonesia sudah diimpikan banyak pihak termasuk DIY (dan UGM). Sayangnya, keterampilan SDM Indonesia dalam kemaritiman masih amat minim. Salah satunya terlihat dari banyaknya ikan yang diambil secara ilegal. Di sisi lain jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi yang terkait kelautan masih terbatas.
“Program studi yang terkait kemaritiman harus dibuka yang berakses langsung ke laut,”kata Dekan Fakultas Psikologi UGM, Supra Wimbarti, Ph.D pada sesi seminar di Munas KAGAMA XII Kendari, Kamis (7/11).
Menurut Supra saat ini dari 3000 lebih perguruan tinggi (PT), hanya ada 14 PT yang mempunyai 31 prodi kemaritiman, serta 3 politeknik yang mempunyai program ini.
Dalam kesempatan itu Supra juga banyak menyinggung tentang sifat masyarakat Indonesia yang kurang menunjang untuk berkompetisi global. Kepribadian bangsa Indonesia sekarang adalah lembek, mudah menyerah, puas dengan keadaan seadanya, tidak percaya diri, rendah diri berhadapan dengan bangsa lain, dan lack of perfection.
“Berbeda jauh jika melihat karakter masyarakat yang membuat candi Borobudur atau perahu Pinisi dahulu. Mahasiswa sekarang ini juga terlihat sebagai generasi yang manja, penuntut, dan segan diajak berpikir kritis dan mendalam,” imbuhnya.
Sementara itu pembicara lainnya, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS., menegaskan posisi geoekonomi Indonesia yang sangat strategis di tengah lintasan perdagangan dunia. Dengan posisinya tersebut maka 45 persen dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 trilyun dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia).
“Pembangunan kelautan tersebut akan signifikan membantu mengatasi sejumlah persoalan bangsa, baik kemiskinan maupun disparitas pembangunan antar wilayah,” tegas guru besar IPB itu.
Rokhmin kembali menjelaskan fakta sejarah dan empiris yang membuktikan bahwa bangsa-bangsa besar yang makmur dan jaya (seperti Kekhilafahan Islam, Eropa, AS, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan China) adalah mereka yang menguasai perdagangan, transportasi, dan hankam kelautan. Ia mencontohkan Republik Rakyat Tiongkok yang telah merevitalisasi Maritime Silk Road karena melihat 85 persen transportasi barang dan produk dunia diangkut melalui kapal laut.
“ Indonesia itu negara kepulauan terbesar di dunia tetapi orientasi pembangunannya selama ini ke darat sehingga sulit menjadi bangsa besar yang maju dan jaya,” terangnya.
Di sisi lain dosen Jurusan Teknik Geodesi UGM, I Made Andi Arsana, Ph.D berharap agar Indonesia segera menuntaskan batas kedaulatan dan hak berdaulat di laut. Arsana mengatakan belum semua batas maritim Indonesia diputuskan.
“Setidaknya dengan sepuluh negara tetapi belum semua batas maritim diputuskan sehingga masih sering memunculkan sengketa,” kata Arsana. (Humas UGM/Satria)