Jakarta, Sabtu 20 Juni 2015. Pemerintah dihimbau perlu terus mengoptimalkan berbagai instrumen rekayasa arus mudik agar aman dan lancar setelah beberapa proyek prasarana di beberapa koridor berhasil ditingkatkan. Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Teras Kita bertajuk “Mengurai Keruwetan Arus Mudik”, Sabtu 20 Juni 2015, di Resto Solaria, Senayan, Jakarta.
Diskusi putaran ketujuh kerjasama Pengurus Pusat Kagama, Kompas Komunitas dan Radio Sonora Network, menghadirkan Ir. H. Hediyanto W. Husaini MSCE, MSi (Direktur Jenderal Bina Marga), Eddi Amd LLAJ, SSos. MM (Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), Profesor Danang Parikesit (Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia), dan Andrianto Djokosoetono (Ketua Umum DPP Organda). Diskusi dipandu oleh Banu Astono dari Harian Kompas dan Andri dari Radio Sonora Network.
Pembenahan rekayasa arus mudik sebagai instrumen pengelolaan dari sisi permintaan (demand) sangat diperlukan mengingat selama ini pemerintah terlalu terfokus pada sisi penawaran (supply) seperti pembenahan sarana dan prasarana. Kemajuan pembenahan sarana dan prasarana adalah pencapaian yang baik, namun dipandang masih kurang efektif untuk membenahi secara optimal persoalan arus mudik lebaran.
Arus mudik tahun ini, menurut catatan Profesor Danang Parikesit, dari total 24 juta pergerakan selama arus mudik, rata-rata arus mudik harian diperkirakan akan turun pada level 800 ribu pergerakan per hari, dari 1,2 juta pergerakan per hari di tahun 2014 dan 1,5 juta pergerakan per hari di tahun 2013. Dan yang mengkawatirkan adalah prakiraan penurunan penggunaan angkutan umum pada level 5,68 persen, dari sekitar 1 persen tahu lalu. Angka ini, akan memberikan tekanan pada volume kendaraan pribadi, meskipun terjadi pelambatan ekonomi pada tahun ini.
Pemerintah mengklaim bahwa persoalan arus mudik lebaran tahun 2015 ini akan berjalan lebih baik dengan terjadinya peningkatan kapasitas yang cukup signifikan di sisi infrastruktur, terutama pada selesainya proyek pembenahan beberapa titik penyita perhatian selama bertahun-tahun di beberapa koridor. Hediyanto W. Husaini menyitir berfungsinya ruas tol Cikopo – Palimanan, sepanjang 116,75 kilometer, sebagai kemajuan signifikan. Ruas jalan tol ini memotong jarak tempu 40 kilometer, yang dalam perhitungan normal diprediksi memotong waktu tempu 1,5 sampai 2 jam dibandingkan melewati jalur Pantura. Beban di jalur nadi arus mudik pulai Jawa tersebut diperkirakan akan berkurang signifikan selama arus mudik nanti.
Demikian juga perbaikan prasarana di beberapa ruas jalan di Sumatra, menurut Dirjen Bina Marga, telah dilakukan perbaikan, baik sementara maupun permanen, sehingga bisa dilewati dengan lancar selama musim arus mudik lebaran. Dalam beberapa tahun ke depan, Pemerintah juga telah menargetkan dan tengah mengerjakan berbagai ruas tol di Jawa dan Sumatra yang pada gilirannya akan memperlanjar arus lalu lintas.
Dalam perbaikan infrastruktur ini, ke depan, Pemerintah dihimbau agar tidak bias Jawa. Prasarana dan sarana angkutan darat di luar Jawa, baik di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pulau-pulau lain perlu percepatan pembenahan. Sehingga, arus mudik di daerah-daerah tersebut juga lancar. Masalah yang mendasari ketidakmerataan prasarana transportasi dan arus mudik adalah desentralisasi pertumbuhan ekonomi. Harus diakui, desentralisasi yang selama ini berjalan belum mampu menggeser pusat-pusat pertumbuhan dari Jabodetabek ke daerah lain, sehingga gejala penumpukan arus mudik akan terus menekan wilayah yang mengintari Jakarta, kridor-koridor di Pulau Jawa dan Sumatera bagian selatan. Dengan angkan 70 – 80 persen persoalan arus mudik berada di sekitar Jakarta, angka ini harus ditargetkan untuk turun secara terukur untuk mengoreksi sentralisasi pertumbuhan ekonomi kita.
Pemerintah juga dihimbau untuk terus melakukan pembenahan angkutan umum di daerah-daerah tujuan mudik untuk mengurangi rangsangan pemudik menggunakan kendaraan pribadi. Konektivitas antar jalur dan antar moda perlu dibenahi sehingga orang akan cenderung memilih angkutan umum daripada angkutan pribadi.
Pemerintah melalui Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengklaim telah melakukan sejumlah rekayasa untuk mengurangi volume arus di puncak musim libur lebaran. Pengaturan jadwal libur sekolah, dorongan pembayaran tunjuangan hari raya (THR) lebih awal dan program mudik gratis sebagai program sosial perusahaan adalah beberapa instrument yang telah dipakai, selain rekayasa arus lalu lintas di lapangan.
Namun, upaya rekayasa lalu lintas yang dilakukan Pemerintah tersebut dinilai masih terbatas dampaknya, baik pada volume arus mudik maupun pada efektifitas serta keberlanjutan manajemen angkutan publik. Program mudik gratis, misalnya, sekalipun diperkirakan cukup efektif mengatasi kelangkaan tiket pada puncak arus mudik, dinilai memiliki cacat bawaan. Para pelaku usaha angkutan (Organda) menilai kebijakan mudik gratis yang selama ini diambil mengganggu proyeksi bisnis mereka karena penggunaan armada (bis) yang tidak dipertimbangkan dengan seksama. Menurut Organda, semestinya program mudik gratis mengoptimalkan armada yang berbasis di daerah sumber lonjakan pemudik (Jakarta).
Namun pandangan Organda ini, bisa jadi bias juga, mengingat program mudik gratis menggunakan armada dari luar Jakarta. Sebab, sebagaimana dikemukakan Danang Parikesit, program mudik gratis yang baik adalah yang dapat mengoptimalkan armada yang underutilized di daerah lain, bahkan di luar Jawa mencapai 30 persen, untuk mengangkut penumpang di daerah yang mengalami lonjakan signifikan seperti Jakarta.
Ke depan, yang perlu dibenahi antara lain mekanisme penyediaan armada tambahan yang memberdayakan pelaku usaha di daerah sumber lonjakan. Dalam program pengerahan armada ini, khususnya armada yang kurang terpakai di luar Jawa, Pemerintah diminta terlibat langsung dengan menyediakan pengangkutan kapal untuk memindahlan sementara armada yang tidak terpakai tersebut ke Pulau Jawa.
Ormanda juga diminta untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, meskipun komitmen ke arah sana terus terlihat sebagaimana diungkap Andrianto Djokosoetono. Impian Organda untuk menjadikan angkutan darat sebagai primadona angkutan yang nyaman ditunggu pembuktiannya secara seksama demi kenyamanan penumpang dan keselamatan di jalan raya.
Dalam hal keselamatan lalu lintas ini, pemerintah juga dihimbau untuk fokus pada pengurangan angka kecelakaan dan korban lalu lintas selama musim mudik lebaran. Angka 700 korban nyawa kecelakaan tahun lalu dinilai terlalu tinggi. Pemerintah, misalnya, diminta menindak tegas pemudik bersepeda motor yang sudah melampai standar kelayakan.
Pengalaman Tiongkok mengelola 1 milliar pemudik selama periode imlek, perlu menjadi acuan pembalajaran kita. Di Tiongkok dari 1 miliiar pemudik 90 persen tertangani dengan angkutan umum. Di Indonesia, dari perkiraan 24 juta pemudik 35 persen diantaranya menggunakan angkutan pribadi. Pekerjaan rumah meningkatkan kapasitas dan kualitas angkutan umum kita masih menyediakan ruang pembenahan.