Ketika seseorang ingin berkarier profesional, apalagi di perusahaan, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat curriculum vitae (CV) sebagai syarat pendaftaran. Bagi perusahaan, CV inilah yang dijadikan sandaran untuk melihat kompetensi pelamar. Dengan demikian, baik buruknya kesan pertama perusahaan terhadap calon pegawainya lantas ditentukan oleh CV yang dibuat. Atas latar belakang tersebut, Kantor Hubungan Alumni UGM menyelenggarakan seminar bertajuk “Siapkan Milikmu: Cover Letter, CV, Psikotes, dan Interview” dalam rangkaian Sosio-Humaniora Integrated Career Day UGM 2015, Kamis (5/11). Analisa Widyaningrum, Trainer dan Consellor di Analisa Personality Development Center didapuk menjadi pembicara.
Mengawali diskusi, Analisa memaparkan perubahan paradigma kesuksesan seseorang. Dahulu, orang begitu mendewakan gelar dan IPK sebagai pengantar kesuksesan. Ketika IPK bagus, orang menganggap kariernya pun akan bagus. Namun dalam praktiknya ternyata salah. Orang dengan IPK tinggi tidak menjamin etos kerja pegawai di perusahaan akan baik. Maka kini yang diperhitungkan dalam rekruitmen kerja bukan lagi urusan gelar, namun etos dan softskill pelamar. “Paradigmanya sekarang bergeser dari intelegensia ke emosional. Kecerdasan intelektual kalah dengan kecerdasan emosi,” tagas Analisa. Maka bagi penyusun CV, citra penguasaan softskill dan kecerdasan emosional ini perlu ditekankan.
Analisa mengingatkan pada para audiens bahwa CV bukanlah sekadar deretan kata-kata. Menurutnya, CV adalah refleksi keseriusan kita meniti jalan hidup. Keseriusan tersebut perlu ditunjukkan sebab tren industri menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja saat ini lebih banyak dibandingkan lapangan pekerjaan yang ditawarkan.
Selain CV, ujian psikotes dan wawancara adalah tahapan yang selalu dipersoalkan oleh para pelamar kerja. Pada dasarnya psikotes dilakukan untuk mengetahui intelegensia dan aspek kepribadian pelamar. Walaupun buku-buku ‘sukses ujian psikotes’ laris di pasaran, namun sebenarnya buku-buku tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil psikotes seseorang. Walau berencana mengakali, dengan menghapalkan soal misalnya, tapi hal itu bisa diketahui oleh psikolog. Menurut Analisa, IQ adalah bawaan dari lahir yang terus melekat selama kita hidup, “kunci dalam ujian psikotes dan wawancara adalah menjadi dirimu apa adanya,” jelas Analisa.