Hari terakhir penyelenggaraan Integrated Career Day UGM 2015 diisi dengan seminar bertajuk “Di Balik Lanskap Media: Bagaimana Rasanya Bekerja di Dunia Media” di Grha Sabha Paramana UGM, Sabtu (7/11). Tika Yusuf, Manajer Swaragama Training Center, Yusuf Arifin, Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, dan Rangga Almahendra, Direktur Utama Adi TV dihadirkan sebagai pembicara. Ketiganya didapuk menjadi pembicara untuk membagi pengalaman serta tips-tips berkarier di media.
Mengawali seminar, Tika Yusuf mengungkapkan bahwa berdasarkan riset AC Nielsen pendengar radio adalah yang paling sedikit dibandingkan dengan media-media yang lain. Popularitasnya lantas menjadi yang paling rendah. Kondisi menuntut praktisi radio memutar otak lebih giat. “Di Swaragama FM kami sadar kalau hanya berdiri sendiri sebagai radio kami tamat,” ujarnya. Siasat yang dilakukan adalah memanfaatkan konvergensi media. “Bahwa radio tidak hanya siaran saja. Tapi kita juga menyasar facebook, instagram, twitter, dan media sosial yang lain untuk menjaring iklan,” jelasnya. Meluasnya industri radio melalui lini media yang lain lantas membuka peluang besar bagi masyarakat untuk turut berkiprah di dunia media.
Di sisi lain Yusuf Arifin membagi kisahnya berkiprah di industri media. Ia mengungkapkan kunci kesuksesannya adalah menjalin teman sebanyak-banyaknya. Melalui pergaulannya yang luas, Yusuf mendapatkan banyak kemudahan dalam menjalani kariernya. Pengalamannya menjadi wartawan di Jawa Pos, Tabloid Detik, ABC, BBC, hingga kini di CNN Indonesia tidak terlepas dari luasnya hubungan pertemanan Yusuf. “Mumpung masih muda, manfaatkan waktu untuk menjalin relasi seluas-luasnya,” saran Yusuf kepada para audiens. Ia menambahkan bahwa kelak di waktu tua, kita akan kalah dengan yang masih muda karena masih energik.
Beda halnya dengan Rangga. Pada awalnya ia bukanlah praktisi media seperti Tika dan Yusuf. Ia merupakan dosen yang juga berkiprah di media. Pilihannya masuk di industri penyiaran melalui Adi TV dilatarbelakangi oleh kondisi anak-anak sekolah saat ini lebih banyak menghabiskan waktu di layar kaca. Jauh lebih lama dibandingkan sekolah dan belajar. Padahal acara yang ditampilkan dalam televisi kebanyakan tidak mendidik. Jadi tidak heran apabila realitas sosial masyarakat Indonesia tercermin dari tontonan televisi dan menganggap bahwa apa yang tersaji di televisi menjadi suatu kewajaran. “Terlalu banyak acara televisi dan film di Indonesia tapi pada dasarnya penonton Indonesia terpenjara dengan tayangan-tayangan tersebut. Saya selalu yakin bahwa semakin baik peradaban suatu bangsa dipengaruhi kualitas produk budayanya,” tegas Rangga.