Para fresh graduate pasti gelisah ketika menghadapi dunia pasca universitas. Kegelisahan tersebut muncul lantaran mereka harus merencanakan masa depannya di dunia profesional. Meski dirasa menghantui, masalah tersebut adalah hal biasa. Menjadi luar biasa ketika para fresh graduate tidak hanya gelisah terhadap dirinya sendiri, tetapi juga kepada lingkungan sekitar.
Provokasi itulah yang disampaikan oleh Hikmat Hardono, Direktur Eksekutif Indonesia Mengajar kepada 1.700 calon wisudawan sarjana dan diploma pada Selasa (17/5). Acara pembekalan wisuda yang berlangsung di Grha Sabha Pramana UGM ini juga menghadirkan Koko Widayatmoko, ahli konstruksi di Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, Hikmat mengingatkan kepada para calon alumni bahwa nanti selepas lulus dari UGM mereka harus berguna bagi masyarakat di sekitar. Ia bercerita tentang program yang Indonesia Mengajar yang dijalankan lembaga yang dipimpinnya. Menurutnya, Indonesia Mengajar adalah sebuah usaha untuk mencerdaskan bangsa. “Para pengajar-pengajar muda dikirim ke seluruh penjuru Indonesia untuk menginspirasi,” ujarnya.
Tidak berbeda dengan Hikmat, Koko juga berpesan kepada hadirin untuk mencontoh empat prinsip kesuksesan yang dipahaminya dari filosofi Jawa. Keempatnya yaitu: sugih tanpa bondho, sakti tanpa aji, ngluruk tanpa bala, dan menang tanpa ngasorake. Sugih tanpa bondho dapat dimaknai bahwa kaya tidak hanya berkaitan dengan harta. Banyak teman juga merupakan kekayaan. Kemudian sakti tanpa aji dimaknai bahwa “kesaktian” bisa dimiliki tanpa jimat. Ilmu merupakan bekal untuk mendapat kesaktian. Ngluruk tanpa bala dipahami bahwa setiap orang itu harus berani mengambil risiko.
Sedangkan menang tanpa ngasorake berarti ketika menang, jangan sampai kemenangan tersebut membuat jumawa dan merendahkan orang lain. “Anda harus berani mengambil risiko. Jangan sampai mengatakan tidak bisa, ucapkan saja belum bisa. Berbeda kalau untuk korupsi, harus bilang tidak!” ujar lulusan Fakultas Teknik tahun 1963 ini.
Kedua pemateri menekankan pentingnya kepedulian sosial di samping mengejar karier untuk pribadi. Nilai-nilai UGM yang didapati mengajarkan Hikmat dan Koko untuk turut memikirkan orang lain. Pada empat falsafah di atas misalnya, Koko memberi penekanan pada poin terakhir kepada rekannya ketika berdiskusi. “Menjadi pemenang jangan sampai membuat orang lain sengsara,” ujarnya. Begitu juga dengan Hikmat. “Prakarsa gerakan mengajar ke pelosok ini sebenarnya juga terinspirasi dari upaya UGM dalam menjalankan pengabdian masyarakat. Seperti semangat awal Pak Koesnadi Hardjosoemantri yang mempelopori mahasiswa untuk turut membangun daerah yang tertinggal,” terang Hikmat. [Khairul]