Siapa yang tak kenal Waroeng Spesial Sambal, atau kerap disingkat SS? Rumah makan yang menawarkan berbagai makanan tradisional bercita rasa lezat dengan harga yang terjangkau ini telah memiliki 65 cabang di 31 kota di Jawa-Bali. Siapa sangka, pemiliknya adalah alumni Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada angkatan 1992, Yoyok Heri Wahyono.
Ia memulai bisnis kuliner ini pada tahun 2002. Ditemani adik dan empat karyawannya, Yoyok membuka warung tenda pertamanya di di pinggir Jalan Kaliurang sebelah barat Grha Sabha Pramana UGM. “Saya selalu coba untuk mencari pekerjaan dari hal-hal yang saya sukai. Kebetulan saya suka memasak,” jelas pria kelahiran 2 September 1973 ini.
Ayah dari satu putri ini memang menyukai masakan pedas. Pada waktu itu, belum ada tempat makan yang menawarkan berbagai macam sambal seperti SS. Dengan tata letak yang dibuat berbeda, warung kaki lima Yoyok mendapat perhatian dengan 15 macam sambal yang ditawarkan. Hingga pada tahun 2004, pria dengan hobi otomotif ini pun membuka cabang pertamanya di Condong Catur. Bisnis rupanya berkembang dengan cepat. Sekitar tahun 2005, Yoyok membuka cabang pertama kali di luar kota yakni di Solo, yang kemudian disusul dengan dibukanya cabang SS di kota-kota lain seperti Semarang, Bandung, Jakarta, Tangerang, Malang, dan lainnya. Saat ini SS telah memiliki sekitar 2600 karyawan dengan omzet 17 miliar setiap bulan!
Kesuksesan Yoyok dengan Waroeng SS tidaklah datang begitu saja. Ia selalu menekankan prinsip pentingnya menjaga kesejahteraan tiga aspek ini demi kelancaran bisnisnya; SDM, pelanggan, dan dunia lain. “Bagaimana kita bisa menyejahterakan pelanggan kita, kalau dari SDM kita sendiri belum sejahtera?” ujar pria asal Boyolali ini. Tak hanya kesejahteraan materi saja yang perlu diperhatikan, namun juga kesejahteraan yang bersifat non-materi.
Pria yang sempat mencoba usaha event organizer bernama Insed ini mengaku bahwa ia sebenarnya bukanlah orang yang religius. Namun pengalaman ternyata membawanya semakin mendekat pada-Nya. “Perkembangan usaha saya ini kalau dipikir tidak masuk akal sebenarnya. Seakan terlalu dimudahkan. Nah, ada faktor lain di sini. Saya menyebutnya usaha mengetuk ‘pintu langit’,” ungkapnya. Hingga saat ini, SS selalu menyisihkan 1% dari omzetnya untuk dibagikan pada pihak yang lebih membutuhkan.
“Dulu saya pernah ganti kebijakan kalau rugi tidak usah menyisihkan uang. Tapi hati saya tidak nyaman, jadi saya kembalikan lagi peraturannya,” papar Yoyok. Di sinilah letak kesejahteraan dunia lain yang Yoyok maksud. “Rezeki itu ada di tangan Allah, kita hanya bisa berusaha maksimal untuk menghasilkan kualitas terbaik,” terang Yoyok.
Ketika ditanya tentang target, Yoyok mengaku tidak memiliki target. “Daripada memasang target tapi rawan stres kalau gagal, saya lebih memilih untuk merawat mimpi, lebih luwes,” katanya. Di dalam jangka pendek ini, Yoyok bermimpi untuk dapat membuka cabang di setiap kota di Jawa – Bali. “Kalau buka cabang di luar negeri itu mimpi jangka panjang ya,” jelasnya.
Bagi para alumni UGM yang ingin memulai berwiraswasta, Yoyok berpesan agar memilih usaha yang sesuai dengan passion Anda, kemudian segeralah memulai usaha itu dari yang sekecil-kecilnya, dan terakhir totalitas. “Pelari sprint yang menjadi pemenang bukanlah pelari yang tolah-toleh kanan-kiri memikirkan lawan, namun dia yang berpikir fokus bagaimana bisa mencapai garis finish,” tutupnya. [Nirmala]