Kesan ramah tampak terpencar dari raut wajahnya. Kondisi fisik yang energik terlihat jelas meski usia tak lagi muda. Semangatnya masih membara ketika berbicara dihadapan seribu lebih wisudawan Universitas Gadjah Mada. Semangatnya turut hadir pula saat berbagi pengalaman dan inspirasi perjalanan hidupnya yang penuh makna. Tak terasa, air matanya mengalir sendu ketika mengenang perjuangan hidupnya. Tak ayal, tepuk tangan riuh wisudawan menggema di seisi ruangan Grha Sabha Pramana mengapresiasi semangatnya. Pria bersemangat ini bernama Koko Widayatmoko , lulusan Fakultas Teknik tahun 1963.
Pakar konstruksi Indonesia ini dipercaya mengerjakan proyek landasan bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada awal kariernya di tahun 1964. Koko sedikit minder ketika dipercaya untuk memegang proyek ini karena merasa sebagai anak desa yang jauh dari pergaulan perkotaan. Rasa minder ini kemudian jadi pelecut semangatnya membangun landasan pesawat terbaik di Indonesia dengan ilmu yang dimilikinya. “Karena ini proyek pertama, Saya ambil resiko dengan modal keterampilan yang saya miliki saat berkuliah di UGM,” ujarnya. Kerja keras Koko terbayar ketika pihak ICAO (International Civil Aviation Organization) menyatakan bahwa landasan bandara Bali yang dirancangnya menjadi landasan nomor tujuh terbaik di dunia.
Koko juga dipercaya untuk memegang Project Military Academy United States Army Corps of Engineer di Arab Saudi pada tahun 1983. Proyek ini adalah indutri pertama yang dipegang perusahaan Indonesia di luar negeri. Keberhasilan Koko dalam memegang proyek ini membuatnya dipercaya pemerintah Indonesia mendirikan PT. Istaka Karya, BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. “Bersama rekan-rekan, selama dua tahun petama kami bisa bikin kantor sendiri di Kebayoran Baru dan memiliki profit milyaran,” ujarnya.
Koko memiliki prinsip dalam hidupnya untuk bekerja dengan hati dan berani ambil resiko dalam berkarier. Baginya, bekerja tak hanya mengejar uang semata. Bekerja juga harus memiliki dampak kepedulian sosial kepada masyarakat. Tak hanya itu, bekerja harus siap mengambil risiko. Manusia harus siap untuk menghadapi segala tantangan dan inovasi baru. “Bekerjalah dengan baik, selalu ingat orang kecil, dan jangan mengejar uang karena mengejar uang itu sama seperti orang minum air laut yang hanya akan menambah haus lalu binasa,” ujar Koko.
Koko juga memengang teguh prinsip Jawa yang terkait dengan manajemen. Pangeran Mangkubumi yang hidup pada abad ke 17 dijadikan panutan bagi Koko. Ia memegang filosofi sama seperti Mangkubumi bahwa kayalah tanpa harta yang berarti mempunyai banyak teman, saktilah tanpa jimat yang berarti berpengetahuan tinggi, menyeranglah tanpa pasukan yang berarti harus berani mengambil risiko, dan menanglah tanpa mengalahkan yang berarti win-win solution. “Kalau bisa menguasai empat filosofi Mangkubumi itu maka anda bisa jadi pemimpin yang baik dan sukses.
Koko berpesan bagi para alumni UGM dalam menjalani hidup harus “bener, pinter, kober dan pener”—benar, pintar, melayani dan fokus. “Saya selalu mengajak untuk berfikir postif dan kreatif. Jika Anda mengalami seseuatu jangan mengeluh, harus berdoa dan bersyukur,” pesan Koko. [Ramadhan]