“Mungkin banyak orang yang melihat dan membaca buku, tapi jarang sadar bahwa ada penulis di baliknya,” ucap Eka Kurniawan pada acara Pembekalan Calon Wisudawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Program Diploma dan Sarjana Periode Agustus 2017.
Sebagai seorang penulis, Eka menyampikan bahwa profesi penulis merupakan profesi yang sangat asing dan bukanlah profesi yang diminati untuk dijadikan cita-cita ataupun pekerjaan utama. Namun dengan kegigihan dan kesabarannya, saat ini pria kelahiran Tasikmalaya, 28 November 1975 tersebut dapat menggantungkan hidup pada tulisannya.
Eka mengawali karier kepenulisannya dengan menerbitkan buku pertamanya yaitu “Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis” yang merupakan tugas akhir kuliahnya. Ia juga sempat menjadi jurnalis dan penulis cerita untuk televisi. Hingga tahun 2017, alumnus Fakultas Filsafat lulusan tahun 1999 tersebut berhasil mempublikasikan satu buku nonfiksi, empat kumpulan cerita pendek, dan empat novel fiksi yang tiga diantaranya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa.
“Cantik Itu Luka” yang diterbitkan pada tahun 2002 menjadi novel pertamanya setelah selama tiga tahun Eka menjalani kehidupan sangat sederhana di Yogyakarta demi konsistensi mencapai tujuannya sebagai penulis. Selanjutnya, pada tahun 2015, novel ini diterjemahkan menjadi “Beauty Ia a Wound” dan dipublikasikan di Amerika, Inggris, Australia, dan India. Tidak hanya sampai situ, novel ini juga berhasil mendapatkan predikat sebagai Winner of World Reader’s Award 2016.
Tidak berpuas dengan “Cantik Itu Luka”, Eka kembali pada tahun 2004 dengan “Lelaki Harimau”. Bersanding tangguh dengan novel sebelumnya, karya Eka yang satu ini dinobatkan sebagai IKAPI’s Book of the Year 2015 dan Financial Times/OppenheimerFunds Emerging Voices 2016 pada kategori fiksi. Karya ini juga diterjemahkan pada tahun 2015 dengan judul “Man Tiger” untuk dipublikasikan di Amerika dan India.
Kembali mencetak keberhasilan, Eka menerbitkan “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” pada tahun 2014 dan kembali diterjemahkan pada tahun 2015 sebagai “Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash”. Pada tahun novel-novelnya diterjemahkan, Eka juga mendapatkan penghargaan sebagai Foreign Policy’s Global Thinkers of 2015 for pinning Indonesia literature on the map.
“Saya lahir di UGM dan menjadi seorang penulis cikal bakalnya juga berasal dari kampus ini walaupun secara spesifik saya tidak belajar sastra. Bagi saya penulis adalah profesi utama dan saya ingin fokus di sana,” ujar Eka di hadapan 3.447 calon wisudawan UGM.
Di tahun 2016, Eka menerbitkan novel yang berjudul “O” dan saat ini sedang menunggu kelahiran karyanya yang diterjemahkan ke dalam judul “Kitchen Curse”. Karya tersebut berasal dari kumpulan cerita pendek yang pernah Ia terbitkan yaitu Corat-coret di Toilet (2000), Cinta Tak Ada Mati (2005), dan Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015).
“Sebagai alumni UGM, kita harus ke dalam dan ke luar. Ke dalam berarti kita harus bertanggung jawab atas apa yang kita inginkan. Bertanggung jawab untuk mewujudkan apa yang menjadi pilihan kita. Ke luar berarti kita harus bertanggung jawab kepada lingkungan masyarakat karena keberhasilan hanya dapat bermakna jika itu untuk diri sendiri dan sekitar,” pesan Eka kepada alumni UGM dalam sesi wawancara eksklusif bersamanya di University Club UGM pada Selasa (22/08). [Eva]