“Saya lahir dari lingkungan guru. Kakek saya guru, ayah saya guru, kakak saya guru, dan sekolah saya saat SMA adalah di Sekolah Pendidikan Guru. Namun, apa harus saya menjadi guru?” ucap Imam Gunarto, Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat menceritakan perjalanan kariernya.
Berada di lingkungan guru, membuat Imam ingin keluar dari zona nyamannya. Pada awalnya, Imam merupakan guru SD dan SMP sejak tahun 1983 hingga 1988. Profesinya ini dijalani bersamaan dengan pendidikan sarjananya di Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM). Masih berpegang pada cita-citanya yang tidak ingin menjadi guru, Imam memutuskan untuk ke ibukota dan mencoba berbagai macam pekerjaan baik di perusahaan swasta maupun nasional. Berkat kegigihannya, ia berhasil mendapatkan kesempatan untuk berkarier dalam dunia kearsipan, dunia yang berbeda dari yang sebelumnya mengelilingi Imam.
Pria kelahiran Cilacap, 28 Juli 1963 tersebut memulai kariernya di ANRI pada tahun 1993 setelah menjalani masa prajabatan pada tahun 1992. Pada tahun 1997 Imam masuk dalam Deputi Bidang Pembinaan ANRI setelah sebelumnya mengepalai Subbagian Persuratan dan Kearsipan yang merupakan bagian kesekretariatan dalam ANRI. Selanjutnya ia dipindahkan ke dalam Deputi Bidang Informasi dan Pengkajian Sistem Kearsipan pada tahun 2008. Baru satu tahun di deputi tersebut, Imam dipindahkan lagi ke Deputi Bidang Konservasi Arsip dan menjabat beberapa posisi strategis yaitu Direktur Pengolahan (2011-2012), Direktur Preservasi (2012-2015), dan Direktir Akuisisi (2015).
Kepakaran Imam dalam bidang kearsipan sudah tidak diragukan lagi. Selain berkarier dalam bidang kearsipan, ia juga menuliskan buku dan berbagai artikel terkait kearsipan serta melakukan berbagai kunjungan ke luar negeri dalam bidang kearsipan. Atas dedikasinya tersebut, Imam mendapatkan Penghargaan Satyalancana Karya Satya 10 tahun pada tahun 2003 dan Satyalancana Karya Satya 20 tahun pada tahun 2012.
–
Sebagai Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan ANRI, tentu saja Imam mengetahui banyak hal tentang instansi yang saat ini masih mencoba mencari celah agar dilirik oleh generasi muda tersebut. Maka dari itu, Tim Media Subdirektorat Hubungan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan bincang alumni untuk mengetahui apa saja yang dilakukan ANRI dan tantangan yang saat ini dihadapi ANRI. Berikut ini adalah bincang alumni bersama Imam Gunarto pada Kamis (26/10) di University Club UGM.
Apa saja yang dikerjakan oleh ANRI?
ANRI merupakan lembaga nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kami memiliki tiga tugas pokok, yaitu:
- Melakukan pembinaan kearsipan secara nasional baik instansi di pusat, daerah, perusahaan nasional maupun swasta, perguruan tinggi, lembaga atau organisasi masyarakat, dan organisasi politik di seluruh Indonesia. Pembinaan tersebut bertujuan agar kearsipan instansi dilakukan dengan baik untuk dapat mendukung proses manajemen di organisasi masing-masing.
- Melakukan konservasi atau penyelamatan dan pelestarian arsip yang bersejarah secara nasional yang arsipnya bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Setelah diselamatkan dan dilestarikan, arsip itu dilayankan kepada publik. Jadi, di arsip nasional terdapat unit yang khusus melayani penggunaan arsip bagi para peneliti di dalam dan di luar negeri yang aksesnya bisa secara elektronik maupun secara manual. Nah, jadi untuk melakukan penelitian bisa dilakukan di dalam rumah masing-masing dari seluruh dunia.
- Bertanggung jawab terhadap proses transformasi atau migrasi sistem manual ke elektronik. Jadi, seluruh tata kelola pemerintahan yang dilakukan secara manual ditransformasi ke elektronik, kearsipannya harus mengikuti. Nah, ada satu kedeputian yang tugasnya memang melakukan proses transformasi sistem ke sistem digital dan itu kebetulan saya yang menanganinya.
Tantangan apa saja yang saat ini dihadapi oleh ANRI?
Tantangan yang paling besar adalah persaingan sebagai lembaga informasi. Di mana pesaing kami adalah mesin pencari yang digemari di internet termasuk juga media sosial. Mereka lebih memenangkan pasar dan hati masyarakat dibanding lembaga-lembaga seperti Arsip Nasional, Perpustakaan Nasional, dan Museum Nasional yang hanya diakses oleh sebagian kecil masyarakat dan sisanya tidak akan tertarik menggunakan ini. Ini merupakan tantangan terbesar ANRI agar sistem manual dengan akses terbatas ini mampu ditransformasikan ke sistem digital dan dikemas dalam metodologi yang memang sesuai dengan tuntutan dari generasi milenial saat ini.
Upaya apa yang saat ini dilakukan ANRI dalam menghadapi tantangan tersebut?
Kami sedang mengembangkan satu sistem elektronik yang berlaku di setiap kementerian dan kemudian kami mengintegrasikan dalam satu infrastuktur jaringan nasional dan kemudian kami membuat publikasi-publikasi yang dikemas dalam bahasa yang bisa dipahami oleh generasi sekarang. Walaupun belum maksimal, sekarang kami sedang mengembangkan bagaimana sosialisasi kearsipan melalui media sosial dengan mengadakan sistem buzzer, di mana mesin-mesin buzzer kami adakan. Kemudian kami juga memiliki ahli IT yang jumlahnya puluhan di ANRI yang sedang mengembangkan itu. Tujuannya agar ANRI bisa menangkal hoax, menangkal informasi yang tidak ada sumbernya yang jelas. Jadi lembaga kearsipan, perpustakaan, dan museum harus menyajikan informasi yang real, yang nyata sesuai dengan kondisi dan sejarah bangsa kita dengan informasi yang benar dan terpercaya. Tidak dengan isu-isu bohong seperti yang saat ini justru lebih dipercaya oleh sebagian orang.
Tadi disampaikan bahwa ANRI ingin memenuhi tuntutan generasi milenial. Namu sebenarnya, seperti apakah pentingnya arsip nasional bagi generasi muda?
Tentu saja agar generasi muda mengetahui akar sejarahnya, supaya mereka memiliki identitas, supaya mereka benar-benar merasa sebagai bangsa Indonesia. Kalau hal yang dikonsumsi lebih banyak dari luar negeri, maka lama-lama generasi muda akan kehilangan jati diri dan rasa memiliki akan bangsanya. Kalau konten budaya kita tidak kita tonjolkan, maka generasi muda ini akan jadi generasi ‘gado-gado’ dan tidak menampakkan identitas dan jati diri kita. Itu yang sebenarnya menurut saya adalah peperangan yang sesungguhnya saat ini yang harus kita menangkan.
Sampaikan pesan dari Bapak Imam untuk alumni UGM!
Di luar sana pasti banyak alumni UGM yang lebih sukses. Namun sebagai alumni yang saya rasa saya sudah mencapai apa yang saya cita-citakan, saya berpesan bahwa jurusan apa pun dan ilmu apa pun akan sangat berguna apabila kita mampu menangkap inti sarinya dan mengimplementasikannya dalam dunia kerja. Selain itu, ilmu yang kita peroleh dari kampus tidak cukup sehingga harus ditambah dengan berbagai macam ilmu baik hard skills maupun soft skills yang bisa kita peroleh dari tata pergaulan kita di kehidupan masyarakat.