“Bangsa Indonesia harus bangga karena dianugerahi Pancasila, yang lahir dari pemikiran arif para pendiri bangsa, sebagai perekat dari adanya perbedaan suku, agama, bahasa, dan budaya,” tutur Hashim Djojohadikusumo saat memberikan kuliah umum dengan tema ‘Pluarisme dan Pembangungan Karakter Bangsa’ di hadapan sivitas akademika Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (18/4).
Menurut Hashim, Pancasila tidak semata dipandang sebagai dasar hukum dan pedoman bernegara, melainkan sebuah pusaka bangsa yang harus terus dirawat dan dijaga demi eksistensi berdirinya Indonesia. Pancasila banyak berisi nilai-nilai historis dan humanis yang mengajarkan betapa pentingnya menjaga kebersamaan di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut lagi, Hashim menilai Pancasila mampu menjadi alat pelebur paradigma pembagian kasta antara golongan minoritas dan mayoritas yang selalu menjadi isu sensitif. Hashim mencontohkan bagaimana suku Jawa dapat arif untuk mengalah dengan menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan nasional, padahal diketahui masyarakat Jawa merupakan populasi penduduk terbesar di negeri ini.
“Pancasila hadir di tengah keberagaman, lahirnya dari proses sejarah yang panjang, tujuannya adalah untuk mempersatukan kita yang berbeda menjadi satu kesatuan bangsa Indonesia,” ujarnya
Putra terakhir dari begawan ekonomi lintas zaman, Prof. Soemitro Hadidjojokusumo ini melihat pentingnya menjaga nilai Pancasila di tengah arus modernisasi dan globalisasi. Pancasila dapat menjadi solusi dari tantangan bangsa akan adanya potensi disintegrasi yang sedang ramai menjadi perbincangan.
Bangsa Indonesia menurutnya harus dapat berkaca pada fakta sejarah di masa lalu di mana beberapa negara di dunia mengalami perpecahan akibat tidak dapat mengelola konflik internalnya dengan baik.
Hashim mengambil contoh negara Uni Sovyet, bekas salah satu negara adikuasa tersebut kini telah hilang dari peta dunia dan terpecah menjadi 15 negara. Hal yang sama terjadi di Yugoslavia, salah satu negara berpengaruh di dunia, kini terpecah menjadi beberapa negara baru akibat konflik horizontal yang disebabkan adanya gesekan budaya, agama, dan bahasa yang tidak terkendali.
“Jangan pandang Pancasila tidak relevan dengan kemajuan perkembangan zaman, Pancasila sangat relevan. Justru Indonesia bisa saja bubar seperti Yugoslavia dan Uni Sovyet, jika semangat dan nilai-nilai Pancasila sudah hilang dari negeri ini,” ujarnya.
Selain memberikan kuliah umum di Ruang Soegondo FIB, kehadiran Hashim Djojohadikusumo di UGM juga dalam rangka penandatanganan MoU antara lembaga sosial yang dipimpinnya, Yayasan Ashari Djojohadikusumo (YAD) dengan Universitas Gadjah Mada.
Hashim diketahui merupakan sosok yang terkenal akan kepeduliannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Melalui YAD, Hashim telah banyak memberikan sumbangsih dalam bentuk fasilitas pendidikan maupun beasiswa kepada sivitas akademika UGM. Salah satu kontribusi YAD adalah dengan mendirikan Gedung Margono FIB UGM yang diambil dari nama kakeknya Prof. Margono Djojohadikusumo.
Hashim juga merupakan salah satu tokoh yang diberi penghargaan “Sahabat UGM” oleh Universitas Gadjah Mada atas jasa dan kiprahnya selama ini dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan di UGM. [Eggy]