Bekerja dan menuangkan semua ide, waktu, jerih keringat, usaha, bahkan finansial bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Perlu ketulusan tingkat tinggi dalam melakukan sesuatu yang sejalan dengan hati nurani. Memimpikan dunia yang aman, nyaman, dan damai untuk kesejahteraan anak cucu di masa yang akan datang merupakan suatu hal yang terus Chandra Kirana ingin wujudkan. Hal ini Ia mulai dari hal-hal kecil yang menumbuhkan kecintaannya terhadap tanah air Indonesia.
Chandra Kirana adalah alumnus Fakultas Psikologi, lulusan 1988. Wanita yang akrab di sapa Kiki ini merupakan seorang Social Entrepreneur yang bekerja untuk mewujudkan pambangunan yang berkelanjutan. Segala daya dan upaya terus-menerus Ia lakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan ekonomi tanpa merusak alam. Setelah lulus dari perguruan tinggi, Chandra Kirana memutuskan untuk memulai kariernya sebagai staf di divisi Pelatihan Pengembangan Masyarakat di Yayasan Indonesia Sejahtera Solo. Selama bekerja di yayasan ini, Chandra Kirana sering berkunjung di wilayah-wilayah pelosok Indonesia dan berkenalan dengan masyarakat di pedalaman. Di sana beliau melihat bahwa kesejahteraan masyarakat pedalaman sangat bergantung pada kelestarian alam yang masih terjaga. Berbekal pengalaman menjajaki masyarakat di pedalaman Kalimantan, Sumatera dan wilayah lain, Chandra Kirana mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama “Yayasan Gita Pertiwi” pada akhir 1980an di Solo dan berfokus pada pelestarian keragaman hayati serta gerakan menjaga kualitas, kebersihan air, dan lingkungan Sungai Bengawan Solo. Pada tahun 1995 hingga 1997, Ia aktif sebagai juru kampanye di Greenpeace International dalam melawan pencemaran toksik (racun) bahan kimia di kawasan Asia Tenggara. Chandra Kirana yang pernah mengikuti short course di Schumacher College Inggris (1992) ini juga tercatat pernah menjadi tenaga ahli Program Komunikasi dan Penjangkauan di Biodiversity Support Program (BSP) Yayasan Kemala – program kerja sama USAID dan BAPPENAS dalam rangka pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati pada 1997 hingga 2001. Selanjutnya, pada 2001 – 2004, Ia pernah menjadi Asisten Eksekutif dan diangkat menjadi Ketua Sekretariat Extractive Industries Review (EIR) yaitu sebuah lembaga yang mengevaluasi portofolio World Bank Group (WBG) dalam kontribusinya terhadap kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Candra Kirana juga menjadi Direktur Komunikasi dan Fund Rising (dana) dan membantu World Wildlife Fund (WWF) Indonesia selama 1 tahun. Chandra Kirana juga menjadi koordinator jaringan masyarakat sipil Asia Pasifik dalam melawan korupsi dibidang pertambangan dan migas bernama “Publish What You Pay” untuk Revenue Watch Institute (sekarang Natural Resource Governance Institute) selama 5 tahun. Kariernya di bidang pelestarian sumber daya alam terus berlanjut. Pada 2011 hingga 2013, Chandra Kirana direkrut menjadi Ketua Komunikasi dan Pelibatan Para Pihak (pejabat dan sektor usaha) dalam SATGAS REED+ (badan yang dibentuk sebagai upaya mencegah, merestorasi hutan, dan mitigasi perubahan iklim). Setelah selesai bertugas di SATGAS REED+, Chandra Kirana merintis ekonomi hijau di DAEMETER (lembaga konsultasi independen) dan menjadi direktur lembaga tersebut selama setahun. Kemudian Chandra Kirana mendirikan Green Indonesia (2014) yang merupakan lembaga pendampingan sukarela bagi masyarakat lokal yang ingin mengembangkan ekonomi hijau. Ia juga mendirikan Yayasan Sekar Kawung sebagai sarana pengembangan ekonomi masyarakat lokal di beberapa daerah, dan berfokus pada pengembangan potensi Sumba Timur dan wilayah Hutan Sungai Utik Kalimantan Barat. Pengembangan ekonomi ini berbasis budaya dan produk olahan hasil bumi yang dikelola secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Wanita kelahiran Ngawi, 19 Mei 1963 ini terus memperjuangkan pelestarian lingkungan dengan tergabung dan aktif dibeberapa organisasi, antara lain Indonesia Biodiversity Foundation KEHATI, The Samdhana Institute, dan Gita Pertiwi Ecological Studies Project.
Berbekal pengalaman yang Ia miliki, Candra Kirana pernah menulis buku dan menuangkan ide-ide nya. Beberapa publikasi tersebut antara lain, Striking a Better Balance Vol. 1 The World Bank Group dan Extractive Industries (2003), A Vision From the South: How wealth degrades environment: Sustainabilityin the Netherlands (1993), Living With the Land (1993), Advokasi itu Komunikasi (2000), dan Asia View Articles Relating to Climate Changes.
Berkat dedikasi tinggi dan kesungguhan hati untuk memulai langkah dalam melakukan perubahan bagi kehidupan yang lebih baik, Chandra Kirana berhasil menerima penghargaan “Alumni Awards 2019” kategori Pelopor Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Terluar dan Terdepan.