Pendidikan yang layak adalah hak bagi setiap anak Indonesia tak terkecuali bagi para anak kaum Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun pada kenyataannya, banyak anak – anak buruh TKI tidak dapat bersekolah di negara tempat orang tua mereka mencari nafkah dikarenakan ketatnya peraturan administrasi yang berbeda di setiap negara. Belum lagi, masalah izin masuk yang tidak memadai (ilegal), bukan pekerjaan yang mereka dapat justru hukuman serta pengusiran yang mereka terima. Nasib malang ini akan sangat berdampak bagi para anak TKI. Mereka hanya bisa mendapatkan pendidikan yang seadanya. Tak sedikit dari anak – anak tersebut khususnya TKI yang bekerja di negeri Jiran tidak bersekolah dan hanya menjadi buruh TKI sama seperti orang tua mereka. Keprihatinan ini, menggugah hati seorang aktivis pendidikan anak TKI bernama Aris Prima untuk bergerak dan menolong para anak – anak keluarga TKI untuk mendapat hak mereka yaitu bersekolah dan mendapakan pendidikan yang layak.
Aris Prima merupakan guru di SMA Muhammadiyah 1 Ngawi, Jawa Timur. Beliau adalah alumnus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada yang berhasil menyelesaikan pendidikan pada 2007 dan meraih gelar sarjana ilmu Teknik Geologi. Tak dapat dipungkiri passion mengajar seorang Aris Prisma membawa beliau mengabdi menjadi seorang pendidik anak – anak bangsa. Salah satu cita – cita mulianya termanifestasikan saat Aris Prima bersama lima rekan guru lainnya membentuk sebuah komunitas pendidikan bernama Sabah Bridge pada 2014. Komunitas ini bertujuan untuk memfasilitasi anak – anak TKI agar dapat melanjutkan pendidikan dengan bersekolah di SMA/SMK bahkan perguruan tinggi yang ada di Indonesia agar mereka memiliki masa depan yang lebih baik. Beliau berharap dengan adanya bantuan dari komunitas ini, kelak para anak – anak TKI mampu menjadi tulang punggung keluarga bahkan mampu membawa orangtua dan keluarga mereka kembali ke tanah air dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Perjuangan Aris Prima dan kolega dalam menegakkan hak para Anak TKI tidaklah mudah. Sejak didirikannya Sabah Bridge pada 2014, beliau terus mengupayakan dan menyampaikan ide pendirian komunitas ini kepada Konsulat Perwakilan Republik Indonesia di Tawau, Malaysia. Usaha dan perjuangan Aris Prima membuahkan hasil. Pada 2015, konsulat di Malaysia memberikan izin kepada para anak TKI yang memenuhi kriteria untuk bersekolah di Indonesia dengan biaya akomodasi yang berasal dari dana pribadi, donasi guru, dan donatur di Indonesia. Berbagai tantangan dan rintangan datang dan mencoba mengecilkan semangat Aris Prima. Status illegal dan ketidaklengkapan dokumen orangtua para anak TKI menghambat pengurusan keimigrasian. Tiket pesawat yang sudah dibeli terpaksa hangus akibat belum selesainya special pass untuk dapat keluar secara resmi ke Indonesia. Aris Prima bersama para aktivis guru lainnya tidak menyerah akan keadaan tersebut. Berkat bantuan konsulat, 27 anak – anak TKI berhasil diberangkatkan ke Indonesia dan bersekolah di sekolah mitra. Sekolah tersebut mau menerima anak – anak TKI bahkan sampai membebaskan biaya pendidikan. Selain berperan dalam pengurusan masalah administrasi anak – anak TKI, Sabah Bridge juga mengirimkan uang saku kepada mereka setiap bulan. Tidak hanya itu, keluarga para pengurus Sabah Bridge yang berdomisili di Indonesia juga terlibat untuk mengurusi kelancaran pendidikan anak – anak TKI. Saat ini sudah lebih dari 700 anak – anak TKI yang difasilitasi oleh Sabah Bridge telah kembali ke tanah air padahal dahulunya para orangtua (TKI) tidak mau melepaskan anaknya untuk melanjutkan pendidikan. Mereka lebih memilih agar anaknya menjadi buruh sawit. Kini orangtua berlomba-lomba untuk melepas anaknya setelah melihat jejak para alumni yang telah berhasil.
Kontribusi dan kepeloporan Sabah Bridge mendapat banyak pernghargaan dan apresiasi dari berbagai kalangan. Komunitas ini pernah meraih penghargaan dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yaitu The Hassan Wirajuda Perlindungan Award pada 2017. Gerakan ini dianggap sebagai komunitas yang peduli dengan hak asasi pendidikan anak-anak TKI di luar negeri, sesuai dengan amanat Nawacita Presiden Republik Indonesia. Pada 17 Agustus 2017, Aris Prima berkesempatan menjadi tamu undangan upacara HUT RI ke-72 di Istana Negara Jakarta. Undangan ini special karena ditunjukan untuk 2 guru berdedikasi yang terpilih selama karantina. Selain itu, beliau juga berhasil meraih penghargaan sebagai Akademisi Berkarya dan Penulis dalam Festival Guru Menulis Buku ADI ACARYA AWARD 2018. Penghargaan literasi ini diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan Gerakan Menulis Buku Indonesia. Pada 2018, Aris Prima juga dianugerahi sebagai Guru Inspiratif oleh Penerbit Buku CV Kekata Group atas dedikasinya pada dunia literasi Indonesia dengan menulis sebuah buku berjudul Guru Apalah Apalah. Atas kontribusi dan prestasinya di dunia pendidikan, Aris Prima berhasil meraih penghargaan sebagai Alumni Muda Berprestasi 2020 pada Malam Insan Berprestas Universitas Gadjah Mada yang dilaksanakan di Balairung. Pada 12 Maret 2020, melalui SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Sabah Bridge resmi menjadi sebuah yayasan bernama Yayasan Pendidikan Sabah Bridge.
Tahniah Pak Aris Prima, Guru yang selalu menginspirasi kami dan sering memberikan kami motivasi agar tetap semngat belajar demi masa depan yang cerah, Terima Kasih Pak Aris
The Power Of Sederhana, jasamu akan selalu kami kenang.
Bukan sekadar pendidikan yang luar biasa. Hati yang mulia telah dimiliki oleh beliau. Pencapaian yang luar biasa sekali pak Aris Prima.
Allah 100% Alhamdulillah