UU Cipta Kerja menjadi problematisasi belakangan ini. Berbagai komunitas, organisasi, lembaga, hingga institusi pendidikan mulai memberikan suaranya terkait kebijakan tersebut. Tak terkecuali Universitas Gadjah Mada yang kemudian mengadakan webinar Sinergi UGM dan Dewan Pakar KAGAMA bertajuk “Telaah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja” yang diselenggarakan melalui Zoom Meeting room pada Selasa, (17/11).
Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN Eng., Rektor UGM, mengatakan bahwa permasalahan yang dialami masyarakat saat ini adalah menurunnya kemampuan ekonomi sebagai dampak dari pandemi. Pandemi juga meningkatkan jumlah pengangguran karena Pemutusan Hubungan kerja (PHK) dan pekerja yang dirumahkan. Permasalahan lainnya adalah hingga saat ini masih berbelitnya perizinan untuk melakukan usaha mikro yang dirasa menghambat perkembangan UMKM. Oleh karena itu, diskusi akademis kali ini dapat memberikan usulan atau jalan keluar untuk permasalahan yang sedang dihadapi negara ini.
“Sebagai kampus perjuangan dan kampus kerakyatan, UGM memiliki komitmen tinggi untuk berkontribusi dalam penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara, termasuk melalui diskusi telaah UU Cipta Kerja” ujar Rektor UGM.
Prof. Dr. Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P., Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, menyampaikan bahwa kemunculan UU Cipta Kerja dapat membuka peluang bagi masuknya investasi baik itu dari dalam maupun luar negeri yang selama ini terhambat kebijakan birokrasi dan peraturan undang-undang terkait.
“UU Cipta kerja sudah jadi, sudah disahkan, dan berlaku mengikat. Tetapi isinya masih kontroversial, ada yang setuju ada yang tidak,” ujarnya.
Mahfud MD menyampaikan bahwa UU ini perlu diperbaiki, maka pemerintah memberikan tiga jalan. Pertama adalah juridical review yang diajukan ke MK dan hal ini telah dilakukan. Kedua adalah jika memang ada masalah-masalah yang sangat substantif, tetapi tidak lolos juridical review karena hanya merupakan pilihan politik hukum, maka dapat diajukan ke legislative review. Menurutnya, forum kali ini dapat melakukannya. Kemudian yang ketiga adalah pemerintah menyiapkan pokja untuk menampung pendapat masyarakat agar masalah yang tersisa dapat dimasukkan di dalam UU turunan.
Menurut Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian, menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja ini diharapkan dapat mendorong lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi dan perlindungan pekerja di Indonesia.
“Kalau kita lihat sekarang, setiap tahun ada 6,9 juta masyarakat membutuhkan kerja, yang dirumahkan 3,5 juta, dan 3 juta adalah anak-anak muda kita (angkatan kerja baru), sehingga dengan demikian perlu diciptakan lapangan kerja,” pungkasnya.
Dengan UU Cipta Kerja, harapannya, hal ini dapat diselesaikan dengan mendorong produktivitas untuk menjadi daya saing atau daya ungkit perekonomian.
Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A., melihat bahwa UU Cipta Kerja ini dibentuk untuk membuat sebuah ekosistem investasi seperti yang tertuang jelas pada pasal 7. Menurutnya, UU Cipta Kerja ini terlambat jika dilihat dari sudut pandang studi pembangunan dan ketenagakerjaan.
“Seharusnya dilakukan 20 tahun lalu ketika terjadi perubahan luar biasa dalam demografi, angka tenaga kerja meningkat tajam, aliran tenaga kerja dari pertanian menuju non pertanian juga meningkat,” kata Guru Bersar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini.
Proses transformasi ekonomi secara teoritis akan beriringan dengan proses peralihan angkatan kerja dari sektor pertanian menuju sektor industri. Mengapa demikian, karena setiap proses transformasi akan menyebabkan terjadinya perubahan sosial dari budaya kerja, jaminan pekerjaan dan jaminan hari tua. Di Indonesia, peralihan tenaga kerja bukan dari sektor pertanian menuju industri, tetapi transformasinya dari sektor pertanian menuju sektor informal. Sebanyak 60% tenaga kerja di sektor informal dan 40% di sektor formal. Sedangkan sektor informal didominasi oleh pekerjaan yang berpenghasilan rendah.
“Tidak berjalannya proses transformasi dari sektor formal ke industri memunculkan gejala pengangguran. Hal ini yang menyebabkan selama 20 tahun terakhir jumlah pengangguran kita tinggi,” jelasnya.
Gubernur Jawa Tengah sekaligus Ketua Umum PP KAGAMA, Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa beberapa hal yang perlu disorot adalah buruh dan perusahaan selama ini hanya belum menemukan solusi mengenai outsourcing, alih daya, lembur, upah, hingga PHK. Selain itu diperlukan regulasi untuk meningkatkan produktivitas dan menentukan struktur skala upah di tingkat perusahaan.
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini masih memeiliki beberapa kelemahan, namun beragam masukan yang inovatif patut diapresiasi mengingat hal ini tidak terlepas dari perbaikan sistem dari masa lalu yang terbilang kronik. Banyak langkah-langkah perbaikan yang dilakukan para pakar untuk menyempurnakan peraturan bagi perbaikan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
[Hubungan Alumni/Artikel:Winona, Foto:Dave]