Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si., mengunjungi Pesinauan Sekolah Adat Osing di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi pada hari Minggu (25/8). Kunjungan ini merupakan salah satu bentuk apresiasi Wakil Rektor UGM, yang juga dikenal sebagai pecinta pelestarian budaya, terhadap inklusivitas budaya yang diterapkan oleh masyarakat Osing. Turut hadir pengurus PP KAGAMA, KAGAMA Kalimantan Timur, KAGAMA Lari untuk Berbagi (KLUB), dan komunitas Padma Yoga. Dr. Arie Sujito sendiri menjadi pengasuh Sanggar Maos Tradisi yang menjadi inspirasi dan benchmark dalam konteks pelestarian budaya.
Kegiatan di pesinauan ini memfasilitasi pembacaan dan pemahaman naskah-naskah kuno berbahasa Jawa yang berisi ajaran, nasihat, dan norma-norma kehidupan masyarakat Osing. Kegiatan ini tidak hanya melestarikan budaya tulis-menulis tradisional, tetapi juga mengajarkan generasi muda untuk menghargai dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaan leluhur dalam kehidupan sehari-hari.
Pesinauan Sekolah Adat Osing ini dimotori oleh Wiwin Indiarti, alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Wiwin Indiarti menyelesaikan pendidikan program studi Sastra Inggris pada tahun 2002 dan melanjutkan pendidikan pascasarjana program studi Pengkajian Amerika, lulus pada tahun 2005. Pesinauan berdiri dan berkegiatan sejak 21 Januari 2021 atas kebesaran hati Cak Samsul (Kepala Sekolah Pesinauan) menyumbangkan lahannya untuk kegiatan pembelajaran.
Maksud dan tujuan pendirian Pesinauan – Sekolah Adat Osing adalah untuk memperkokoh jati diri masyarakat adat, terutama generasi muda Osing, agar berpegang teguh pada nilai-nilai adat dan kearifan lokal leluhurnya. Hal ini bertujuan agar generasi yang akan datang benar-benar menjadi masyarakat Indonesia yang berkepribadian Indonesia, sejalan dengan upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 2 tentang Tanpa Kelaparan dan SDG nomor 11 tentang Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan.
Dr. Arie Sujito memberikan contoh bagaimana nilai kearifan lokal bisa dibuat dalam bentuk bingkai yang ditempel di dinding gazebo. Menurutnya, salah satu cara untuk menyampaikan nilai kearifan lokal melalui tulisan singkat adalah dengan memanfaatkan elemen-elemen budaya tradisional, seperti yang dilakukan di Sanggar Maos Tradisi. Beliau menjelaskan bahwa melalui tulisan kecil di Sanggar Maos Tradisi, masyarakat dapat memahami makna dan filosofi dibalik praktik-praktik budaya tradisional.
Lebih lanjut, salah satu contoh nilai kearifan lokal masyarakat Osing yang diajarkan di Pesinauan adalah “Dapur” (pawon). Dr. Arie Sujito kemudian menangkap makna bahwa ini bukan hanya tempat memasak.
“Dapur bukan hanya sekadar tempat memasak, tetapi juga memiliki nilai edukasi kultural. Di dapur, masyarakat luas dapat belajar tentang pengetahuan tradisional masyarakat Osing terkait bahan pangan, teknik pengolahan, dan filosofi makanan yang mencerminkan keselarasan manusia dengan alam,” kata Dr. Arie Sujito.
Sekolah Adat Osing menjadi wahana pewarisan nilai-nilai kearifan lokal antargenerasi agar kemandirian masyarakat adat Osing tetap terjaga dengan mengikuti perkembangan zaman. Kunjungan Wakil Rektor UGM, yang juga pecinta dan pelestari budaya, ke Pesinauan Sekolah Adat Osing ini sejalan dengan upaya mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya terkait dengan ketahanan pangan dan kebudayaan.
[Kantor Alumni: Kamila, Foto: Kamila]