Sinergitas antara Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) kian diperkuat dengan webinar bertajuk “Mempersiapkan Normal Baru Pengalaman Negara Lain” yang diselenggarakan pada Minggu, (14/6), via Zoom Meeting Room dan juga disiarkan langsung melalui Youtube dan Instagram resmi UGM. Kegiatan ini merupakan wujud kerja sama nyata antara UGM dengan KAGAMA yang konstruktif dan positif dalam menghadapi pandemi yang tengah melanda banyak negara di belahan dunia.
Sulastama Raharja, ketua panitia webinar kali ini mengatakan, KAGAMA sudah mengambil peran dalam penanggulangan pandemic Covid-19, terutama dalam membantu nakes seperti menyumbang alat pelindung diri (APD), membuat hand sanitizer, dan saat ini KAGAMA sedang menggelar aksi peduli ‘cantelan’, yaitu membagikan sembako dengan cara digantung di depan rumah warga atau gerbang desa. Sulastama berharap alumni UGM dapat bangga dan senantiasa berbagi untuk ibu pertiwi.
Menghadapi normal baru adalah mengadaptasi kebiasaan baru yang sesuai dengan protokol kesehatan. Sekjen PP KAGAMA, AAGN Ari Dwipayana dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa normal baru adalah spirit baru hingga cara kerja baru, seperti salah satunya membiasakan pekerjaan yang less contact atau minim kontak fisik.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, bersama dengan Ketua Umum PP KAGAMA sekaligus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menjadi narasumber pada webinar kali ini. Selain itu, diskusi daring ini dipandu oleh Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., Direktur Kemitraan, Alumni, dan Urusan Internasional UGM dan menghadirkan narasumber lainnya yang melihat langsung keadaan pandemi di negara lain, di antaranya adalah Wakil Dubes KBRI di Wina, Austria, Drs. TBH Witjaksono Adji MALD, Minister Counsellor – KBRI di Hanoi, Vietnam, Hariyanta Soetarto, S.H., dan Minister Counsellor – KBRI di Washington DC, USA, Theodorus Satrio Nugroho, MRI.
Retno memaparkan magnitude dari dampak pandemi terhadap beberapa negara superpower dan juga Indonesia. Berdasarkan data yang dipaparkan, kualitas sistem keamanan dan kesehatan negara tidak menjamin negara aman dari Covid-19. Retno menggunakan terminologi dalam bahasa Inggris, yaitu “a Covid-19 safe productive society” untuk menggambarkan keadaan Indonesia dalam menghadapi pandemi. Keadaan yang diharapkan dapat memulihkan ekonomi namun tetap aman dari Covid-19 ini sedang diterapkan dengan sangat hati-hati oleh pemerintah. Oleh karena itu, kedisiplinan masyarakat, kerja sama dengan pemerintah, industri, dan rakyat sangat dibutuhkan untuk melawan pandemi. Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia sudah beberapa kali menghadapi krisis dan meyakini bahwa dengan bersatu maka situasi negeri sekarang juga akan dapat kita lewati.
“Suntik energi positif, galang kesatuan dan persatuan, dan terus ingatkan untuk saling menghormati, menerapkan protocol kesehatan. Kalau kita bersatu kita akan dapat memenangkan peperangan melawan Covid-19 dan peperangan melawan semakin turunnya ekonomi dunia,” ungkap alumnus FISIPOL UGM yang saat ini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia sembari menutup presentasinya.
Berbeda dengan Menlu, Ganjar lebih menyoroti dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat dari berbagai aspek. Perbedaan respon masyarakat kota dan pedesaan hingga penanganan dari pemerintah pusat hingga pemerintah dalam lingkup yang lebih kecil juga menjadi pengalaman yang harus dibagi sebagai pembelajaran bagi kota lain, ungkap Ganjar. Minimnya literasi menjadi salah satu faktor kurangnya kesadaran masyarakat untuk tetap di rumah sehingga penting bagi pemerintah untuk mengedukasi seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai metode penyampaian yang lebih baik. Ganjar menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 ini menguji rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Pemerintah provinsi saling bekerja sama menghidupi warga yang terkena PHK sehingga tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat pulang ke kampung halaman.
Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi narasumber yaitu alumni yang sedang berada di Austria, Vietnam, dan Amerika Serikat terkait dengan kebijakan pemerintah setempat dalam menangani pandemi Covid-19. Austria dan Vietnam adalah negara yang cepat tanggap dalam memberlakukan lockdown dan memperketat protokol kesehatan sehingga angka penyebaran virus dapat ditekan. Sedangkan Amerika Serikat lebih berfokus pada keadaan pascapandemi.
dr. Riris Andono Ahmad, mengemukakan bahwa negara-negara tersebut memiliki fase dan penanganan yang berbeda dalam menghadapi pandemi. Salah satu yang harus dibangun dan diperkuat agar masyarakat dapat bekerja sama ialah social trust dan melakukan building trust seperti yang telah dialami oleh Austria dan Vietnam. Di Indonesia sendiri, regulasi yang sistemik adalah hal utama yang harus dipersiapkan pemerintah untuk menghadapi krisis seperti ini.
Webinar yang dihadiri lebih dari 400 peserta via Zoom dan lebih dari 1.000 peserta yang menonton siaran langsung ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi negeri melalui sumbangan ide atau kegiatan sosial yang dapat membantu masyarakat untuk bersatu melawan pandemi.
[Hubungan Alumni/Artikel:Winona;Foto:Dave]