Johnsony Marhasak Lumbantobing biasa dikenal publik John Tobing merupakan alumnus Fakultas Filsafat UGM angkatan 1986. Ia lahir pada 1 Desember 1965 dari pasangan Mangara Lumbantobing dan Adelina Sinaga. Sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara, John tumbuh dengan nilai-nilai perjuangan dan kerja keras. Semasa kuliah di UGM, ia tidak hanya aktif secara akademis dalam diskusi kritis, tetapi juga aktif dalam bidang musik.
Kecintaan John Tobing di bidang musik menjadikan media untuk menyuarakan keresahan sosial yang dialami semasa kuliah. Pada tahun 1991, ia menciptakan lagu berjudul “Darah Juang”. Lagu tersebut merupakan proses penggambaran ketimpangan sosial di Indonesia pada era Orde Baru. Awalnya, ia menciptakan lagu tersebut tanpa memberikan judul. Ia kemudian membawa lagu tersebut untuk dinyanyikan di Kongres Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY). Pada saat itu lagunya turut menarik perhatian dan banyak massa peserta kongres tersentuh mendengarkan lagunya. Kemudian lagu tersebut melewati diskusi panjang di forum kongres tersebut dan akhirnya dipilihlah judul “Darah Juang”. Semenjak saat itu, lagunya makin dikenal publik sebagai lagu perjuangan keadilan pada saat demonstrasi.
Pada tahun 1994, John Tobing mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Filsafat UGM. Setelah lulus, ia memilih berkarier di LSM. Pada tahun yang sama, ia kemudian pindah ke perusahaan pers Batak. Pada tahun 2001, ia memutuskan untuk berkarier sebagai wirausaha mebel. Selain menjadi pengusaha, ia juga aktif dalam kegiatan politik di Provinsi Riau selama 4 tahun.
Pada tahun 2013, ia pernah menggelar konser di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Konser ini cukup mendapatkan perhatian publik dan karyanya pun mendapatkan banyak apresiasi. Setelah konser tersebut, sekitar 600 lagu telah ia ciptakan dengan bertemakan perjuangan.
Bagi John, musik adalah sarana untuk menggambarkan apa yang ia rasakan. Dengan musik, ia berhasil menyuarakan harapan untuk Indonesia yang lebih baik kedepannya. Selain itu, ia menganggap hidup adalah perjuangan untuk menciptakan karya yang bermakna bagi bangsa. Pada tahun 2024, bertepatan dengan perayaan Lustrum ke-15 dan Dies Natalis-75 UGM, ia menerima penghargaan sebagai Alumni Berprestasi Kategori Pelopor Pelestari Kebudayaan.
[Kantor Alumni: Tedy Aprilianto, Foto: Dokumentasi Pribadi]