Makna kesuksesan tak selalu identik dengan keberhasilan mengumpulkan kekayaan pribadi. Seseorang bisa dikatakan sukses ketika mampu menjadi penggerak dan memberikan kontribusi ke arah yang lebih baik untuk masyarakat. Prinsip hidup seperti ini selalu diterapkan dalam diri Hikmat Hardono. Alumnus Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini sekarang menjabat sebagai Ketua Yayasan Indonesia Mengajar. Gerakan Indonesia Mengajar diluncurkan dalam rangka memberi pengalaman bagi sarjana agar berkesempatan menjadi pengajar muda untuk mengabdi selama satu tahun di daerah terpencil Indonesia.
Kecilnya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) lulusan perguruan tinggi bukan berarti menjadi penghambat kesuksesan seseorang di masa depan. Lewat dunia wirausaha, angka-angka yang tertera dalam ijazah bahkan tak berarti apa-apa. Kesuksesan berwirausaha lebih dipengaruhi bagaimana orang tersebut ulet menjalankan bisnis. Aspek inilah yang dapat dilihat dari lelaki bertubuh subur yang pagi itu sedang berbagi pengalaman di depan ratusan mahasiswa dan lulusan UGM yang memadati Aula Grha Sabha Pramana.
Kesan enerjik dan penuh semangat tergambar jelas pada sosok perempuan muda berbalut hijab abu-abu itu. Analisa Widyaningrum, demikian nama lengkapnya, nampak bersemangat memotivasi audiens yang memadati ruang seminar Perpustakaan UGM Sabtu (20/2). Hari itu Analisa menjadi narasumber dalam Seminar Karier yang diselenggarakan oleh Sub-Dit Hubungan Alumni UGM. Melalui presentasinya, ia mengajak para mahasiswa dan alumni UGM untuk berkaca diri, menemukan bakat serta passion-nya agar dapat menjadi sarana mencapai kesuksesan.
Meraih kesuksesan tentunya membutuhkan pengorbanan dan perjuangan besar. Orang yang sukses adalah mereka yang berani mengambil risiko untuk keluar dari zona nyaman untuk meraih kesuksesan yang lebih. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) adalah salah satunya. Lulusan Fakultas Kedokteran UGM 1989 ini adalah seorang dokter spesialis kandungan sekaligus Bupati Kabupaten Kulon Progo periode 2011-2016.
Menjadi pejabat di sektor pemerintahan merupakan cita-cita banyak orang. Dato’ Dr. Abdul Latif Bin Awang adalah salah satunya. Alumni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UGM berkebangsaan Malaysa ini sudah puluhan tahun malang melintang di dunia pemerintahan Malaysia. Ia pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Negara Bagian Terengganu dan kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan Negara Bagian Terengganu. Baginya, dapat mengabdi kepada negara dan bisa berkontribusi untuk masyarakat luas adalah keuntungannya berkiprah di dunia pemerintahan.
Sesosok perempuan melangkahkan kakinya menuju pentas dengan antusias. Ditemani piano kesayangan, jari-jari lentiknya mulai menekan tuts tanpa kesulitan. Satu persatu melodi nan indah mulai mengalun merdu di seisi ruangan. Saat lirik mulai dinyanyikan, suara merdu nan syahdu mulai membius para undangan. Ia mulai bernyanyi secara ekpresif dan menjiwai liriknya dengan penuh perasaan. Tak ayal, tepuk tangan meriah bergemuruh saat melodi selesai dimainkan. Ia adalah Leilani ‘Frau’ Hermiasih, alumni Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) angkatan 2008.
Meski tahun ini usianya sudah mencapai 85 tahun, namun ingatan beliau masih sangat tajam. Dengan semangat beliau mengisahkan bagaimana masa mudanya ketika bergabung dengan Tentara Pelajar Kompi III Detasemen III Brigade 17. “Pada waktu itu saya masih SMP kelas 3 di Purworejo. Semua siswa mendapat latihan kemiliteran. Kita turut menjaga garis pertahanan bersama tentara Indonesia di Semarang,” kenangnya. Ketika Perjanjian Renville ditandatangani, Prof Kunto bersama teman-temannya asal Purworejo bisa kembali ke rumah dan melanjutkan pendidikan SMA-nya di Solo dari akhir 1947 hingga Desember 1948.
Selama ini ada anggapan yang tersebar di kalangan mahasiswa bahwa orang yang masa studinya cepat biasanya adalah mahasiswa kupu-kupu, alias kuliah-pulang-kuliah-pulang. Mereka tak banyak ikut kegiatan dan organisasi kampus maupun terlibat dengan jejaring pertemanan yang luas. Namun mitos itu terbantahkan oleh Muhammad Irka Irfa’ Darojat, alumni Jurusan Akuntansi IUP UGM angkatan 2009.
“Perempuan di Indonesia sudah banyak yang berpendidikan tinggi, namun sayangnya ketika diminta bicara di publik, masih banyak yang kurang percaya diri untuk bersuara.” Begitulah kira-kira salah satu fenomena perempuan yang ada di Indonesia menurut Suharti, direktur Rifka Annisa, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perempuan dengan basis di Yogyakarta. Ibu satu anak yang akrab disapa Harti ini mengutarakan bahwa fakta ini berkembang karena perempuan Indonesia sudah terbiasa dididik dalam budaya patriarkal yang kental.
Siapa yang tak kenal Waroeng Spesial Sambal, atau kerap disingkat SS? Rumah makan yang menawarkan berbagai makanan tradisional bercita rasa lezat dengan harga yang terjangkau ini telah memiliki 65 cabang di 31 kota di Jawa-Bali. Siapa sangka, pemiliknya adalah alumni Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada angkatan 1992, Yoyok Heri Wahyono.