Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat, sistem perekrutan pegawai pun tak ketinggalan memanfaatkan media sosial untuk memperoleh calon-calon pegawai yang potensial. Curriculum Vitae dan Surat Lamaran tetap menjadi syarat utama administratif dalam proses melamar pekerjaan, namun para jobseeker harus mengetahui bahwa ada hal lain yang menjadi pertimbangan HRD dalam merekrut calon pegawainya, yaitu kepribadian kandidat yang dapat dilihat dari media sosialnya. Metode perekrutan dengan memeriksa latar bekakang kandidat di media sosial ini telah diterapkan oleh perusahaan startup seperti Line, BUMN seperti PLN, bahkan dalam proses seleksi beasiswa.
Empat puluh lima persen perekrut dalam survei CareerBuilder melaporkan bahwa mereka menggunakan situs media sosial untuk menyaring karyawan potensial. Dari mereka yang melakukan pencarian online / pemeriksaan latar belakang kandidat, 29 persen menggunakan Facebook, 26 persen menggunakan LinkedIn, 21 persen menggunakan MySpace, 11 persen melalui Blog, sementara 7 persen mengikuti kandidat di Twitter.
Delapan belas persen perekrut mengatakan mereka menemukan konten di situs media sosial yang mendorong mereka untuk mempekerjakan kandidat. Berikut adalah hal-hal yang mendorong perekrut untuk mempekerjakan kandidat:
- Profil memperlihatkan kesan kepribadian yang baik dan cocok dalam organisasi – (50 persen)
- Profil didukung kualifikasi profesional kandidat – (39 persen)
- Kandidat adalah pribadi yang kreatif – (38 persen)
- Kandidat menunjukkan keterampilan komunikasi yang solid – (35 persen)
- Kandidat memiliki lingkaran pertemanan yang baik – (33 persen)
- Orang lain memasang referensi yang baik tentang kandidat – (19 persen)
- Kandidat menerima penghargaan-penghargaan – (15 persen)
Meski demikian, banyak juga jobseeker melakukan hal yang sebaliknya dan tidak peduli pada semua konten yang mereka posting secara online. Tiga puluh lima persen perekrut melaporkan bahwa mereka telah menemukan konten di media sosial yang menyebabkan mereka tidak mempekerjakan kandidat, yaitu:
- Kandidat memposting foto atau informasi yang provokatif atau tidak pantas – (53 persen)
- Kandidat memposting konten tentang mereka minum atau menggunakan narkoba – (44 persen)
- Kandidat mengomelkan majikan sebelumnya, rekan kerja, atau klien – (35 persen)
- Kandidat menunjukkan keterampilan komunikasi yang buruk – (29 persen)
- Kandidat membuat komentar diskriminatif – (26 persen)
- Kandidat berbohong tentang kualifikasi – (24 persen)
Untuk menghindari agar perekrut tidak mengabaikan Anda setelah melakukan screening online pada akun Anda, Anda perlu membangun citra positif pada media sosial. Berikut ini lima kiat bagi jobseeker untuk menjaga citra positif secara online:
- Sebelum mulai mencari kerja, hapus semua foto, konten, dan tautan yang dapat membuat Anda terkesan buruk di mata perekrut.
- Pertimbangkan untuk membuat grup profesional Anda sendiri di situs seperti Facebook atau sejenisnya. Ini adalah cara yang bagus untuk menjalin hubungan dengan para pemimpin, perekrut, dan referensi potensial.
- Pertahankan konten yang Anda posting terfokus pada hal-hal positif, entah itu terkait dengan informasi profesional atau pribadi. Pastikan untuk menyoroti pencapaian tertentu di dalam dan luar pekerjaan.
- Selektiflah dalam menerima permintaan pertemanan. Jangan lupa orang lain dapat melihat teman-teman Anda ketika mereka mencari tentang Anda. Pantau komentar yang dibuat oleh orang lain pada akun Anda dan pertimbangkan untuk menggunakan fitur “block komentar”. Lebih baik lagi, atur profil Anda menjadi “private” sehingga hanya teman yang ditunjuk yang dapat melihatnya.
- Jika Anda masih bekerja di suatu perusahaan tapi sedang mencari pekerjaan lain, jangan menceritakan hal ini di Tweet atau status media sosial Anda. Ada beberapa contoh orang yang dipecat karena melakukan hal ini. [Hubungan Alumni UGM/Nisa; Foto: onlinebusinesscourse.eventsmart.com]
Disadur dari: careerbuilder.com